Tiga bentuk kezaliman
الحَمْدُ ِللهِ
الوَاحِدِ القَهَّارِ، الحَلِيْمِ الكَرِيْمِ السَّتَّارِ، المُنَزَّهِ عَنِ
الشَّبِيْهِ وَالشَّرِيْكِ وَالإِنْظَارِ. انْفَرَدَ بِالوَحْدَانِيَّةِ,
وَتَقَدَّسَ فِي ذَاتِهِ العَلِيَّة, وَرَبُّكَ يَخْلُقُ مَا يَشَاءُ وَيَخْتَارُ.
أَحْمَدُهُ حَمْدَ عَبْدٍ مُعْتَرِفٍ بِالذُّلِّ وَالإنْكِسَارِ. وَأَشْكُرُهُ
شُكْرَ مَنْ صَرَّفَ جَوَارِحَهُ فِي طَاعَةِ رَبِّهِ آنَاءَ اللَّيْلِ
وَأَطْرَافَ النَّهَارِ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ
شَرِيْكَ لَهُ شَهَادَةً تُنْجِي قَائِلُهَا مِنَ النَّارِ. وَأَشْهَدُ أَنَّ
سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا النَّبِيُّ المُخْتَارُ ، صَلاَةُ اللهِ وَسَلاَمُهُ
عَلَيْهِ وَعَلىَ آلِهِ وَأصْحَابِهِ اْلأطْهَارْ ، أمَّابَعْدُ :
ياَأَيُّهاَ النَّاسُ اتَّقُوالله حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَتَمُوتُنَّ
إِلاَّوَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
Jama’ah Jum’at yang dirahmati Allah.
Pada
kesempatan yang sangat mulia ini,
marilah kita meningkatkan ketakwaan kita kepada Allah Ta’ala. Takwa
dalam arti menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-laranganNya.
Selanjutnya Takwa merupakan salah satu sebab kebahagiaan kita di dunia dan
akhirat. Dengan ketakwaan, akal dan agama seseorang menjadi hidup, Ketika akal
dan agama seseorang tidak hidup maka yang terjadi adalah kerusakan dan
kezaliman. Oleh karena itu ungkapan manusia lebih sadis lebih ganas dan lebih
jahat daripada binatang bila kehilangan dua instrumen tersebut.
Jamaah sekalian
yang dirahmati Allah
Dalam sebuah hadits Qudsi yang shahih,
diriwayatkan oleh Imam Muslim, Rasulullahﷺ
bersabda, Allah berfirman:
يَا عِبَادِي إِنِّي حَرَّمْتُ الظُّلْمَ
عَلىَ نَفْسِي وَجَعَلْتُهُ بَيْنَكُمْ مُحَرَّماً، فَلاَ تَظَالَمُوا
Wahai hamba-Ku, sesungguhnya Aku
telah mengharamkan kezaliman atas diri-Ku dan Aku telah menetapkan haramnya
(kezaliman itu) di antara kalian, maka janganlah kalian saling berlaku zalim.”
Sebagian ulama mengatakan bahwa hadits ini adalah kebanggaan
bagi penduduk Syam, karena mayoritas sanad hadits ini adalah para perawi dari
sana. Salah seorang dari mereka adalah Abu Idris Al-Khaulani. Ketika membaca
hadits ini, ia terdiam, kemudian tersungkur dan terbujur kaku karena
penghayatannya terhadap hadits ini.
Jama’ah
sekalian yang dirahmati Allah
Dosa perbuatan zalim sangat besar. Oleh karena itu Allah
menjadikan kebalikan dari kezaliman adalah keadilan. Berbuat adil adalah pesan
yang selalu disampaikan oleh khatib di akhir khotbahnya: Inna Allah yakmuru bil
Adl (Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil). Dan selanjutnya Perbuatan
zalim itu dibagi menjadi tiga;
Pertama, Kezaliman
seseorang terhadap Allah Azza wa Jalla. Wujudnya adalah melakukan kesyirikan
terhadap Allah ta’ala dengan beribadah kepada selain Allah. Allah berfirman :
الَّذِينَ آمَنُوا وَلَمْ يَلْبِسُوا
إِيمَانَهُمْ بِظُلْمٍ أُولَٰئِكَ لَهُمُ الْأَمْنُ وَهُمْ مُهْتَدُونَ
“Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan
iman mereka dengan kezaliman (syirik), mereka itulah orang-orang yang mendapat
keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (Al-An’am:
82)
Para sahabat sulit memahami ayat
tersebut, sehingga mereka datang mengadu kepada Rasulullahﷺ:
“Wahai Rasulullah siapa di antara kita
yang tidak menzalimi dirinya?” Rasulullahﷺ
menjawab:
“Sesungguhnya bukan seperti yang
kalian sangka! Apakah kalian belum mendengar apa yang dikatakan oleh seorang
hamba yang saleh;
يَا بُنَيَّ لا تُشْرِكْ بِاللَّهِ
إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ
Hai anakku, janganlah kamu
mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar
kezaliman yang besar.’ (Luqman : 13).
Jama’ah jum’at
yang dirahmati Allah
Kemudian kezaliman yang kedua adalah kezaliman seseorang terhadap makhluk.
Manusia sebagai makhluk
sosial tidak bisa tidak akan selalu berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya.
Dalam berinteraksi ini tak jarang terjadi gesekan satu sama lain sehingga
menimbulkan kerugian pada salah satu pihak, baik kerugian yang mengancam jiwa,
harta, maupun kehormatannya.
Seringkali terjadi di
masyarakat seseorang diperlakukan secara zalim oleh lainnya tanpa ia mampu
membalas dan membela diri sendiri. Kondisi ini kerap membuat ia semakin tak
berdaya dan hanya bisa pasrah dengan keadaan. Seorang muslim dan mukmin yang
mengalami hal demikian semestinya tak perlu merasa sedemikian susah karena
Allah subhânahu wa ta’âla telah menjanjikan keadilan atas
setiap perilaku zalim yang dilakukan para hamba-Nya. Keimanan yang dimiliki
semestinya mampu menguatkan hatinya untuk tetap tegar dengan harapan keadilan
yang dijanjikan itu.
Sebaliknya seorang
muslim dan mukmin semestinya tidak berlaku zalim kepada sesama makhluk Allah,
baik berupa tindakan ataupun ucapan, karena sekecil apa pun tindak kezaliman
pasti akan terbalaskan.
Di dalam Al-Qur’an Surat Ibrahim
ayat 42 secara tegas Allah menyatakan:
وَلَا
تَحْسَبَنَّ اللَّهَ غَافِلًا عَمَّا يَعْمَلُ الظَّالِمُونَ إِنَّمَا
يُؤَخِّرُهُمْ لِيَوْمٍ تَشْخَصُ فِيهِ الْأَبْصَارُ
Artinya: “Dan janganlah sekali-kali engkau menyangka Allah lalai
dari apa yang dilakukan oleh orang-orang yang berbuat zalim. Sesungguhnya Allah
menangguhkan mereka sampai hari di mana pandangan-pandangan terbelalak.”
Dari ayat tersebut jelas dinyatakan
bahwa Allah akan memberikan balasan kepada setiap pelaku kezaliman kelak di
hari kiamat di mana setiap mata manusia akan terbelalak menyaksikan berbagai
hal yang terjadi di hari kiamat.
Kemudian
kezaliman yang ketiga adalah
kezaliman seseorang kepada dirinya sendiri. Imam Nawawi di dalam kitab
Arba’in-nya menorehkan sebuah hadits yang cukup untuk menjadi pelajaran bagi
kita. Rasulullahﷺ bersabda:
مِنْ
حُسْنِ إِسْلاَمِ الْمَرْءِ تَرْكُهُ مَا لاَ يَعْنِيهِ
“Di antara kebaikan Islam seseorang
adalah meninggalkan hal yang tidak bermanfaat” (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah)
Kita
dilahirkan dan hidup dalam banyak kenikmatan, tangan, kaki, mata, telinga dan
akal yang sehat. Bila itu kita pakai untuk urusan yang tidak bermanfaat,
artinya kita sedang menzalimi diri sendiri. Maka ukurlah dengan timbangan dien,
apakah Anda sedang melakukan hal yang bermanfaat atau sebaliknya.
Ibnu
Qudamah menceritakan bahwa suatu ketika Luqman Al-Hakim عَلَيْهِ السَلاَمُ melewati Dawud عَلَيْهِ
السَلاَمُ yang sedang membuat baju besi. Maka terbesit dalam diri Lukman,
untuk menanyakan untuk apa membuat baju besi. Namun kemudian ia berpikir,
“Seandainya aku bertanya tentang hal tersebut, apa manfaatnya bagi diriku?”
Menurut
kacamata Islam, itu pertanyaan yang mubah, boleh dan halal. Tetapi seorang
hamba yang saleh akan senantiasa berpikir sebelum berbicara dan berbuat.
Akhirnya, Lukman menahan lidahnya dan hanya mengucapkan salam kepada Dawud.
Nabi Dawud عَلَيْهِ السَلاَمُ menjawab salamnya,
seraya mengatakan:
“Sebaik-baik
baju besi itu digunakan untuk berperang.” Dengan demikian, Lukman mendapatkan
jawaban. Maka ia mengatakan, “Sesungguhnya di antara diam ada hikmah yang
terkandung di dalamnya.”
Jmaah Jumat yang di rahmati Allah
Demikianlah hutbah yang dapat kami
sampaikan, mudah-mudahan ada manfaatnya bagi kita semua, dan semoga kita semua
terhindar dari sifat kezaliman yang bisa membawa pada penyesalan di akhirat
nanti. Amin ya robbal ‘almin
بَارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ.
وَنَفَعَنِي وَاِيِّاكُمْ بما فيه مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ.
وَتَقَبِّلَ الله مِنِّي وَمِنْكُمْ تِلاوَتَهُ اِنِّهُ هُوَاالسَّمِيْعُ
الْعَلِيْمُ. أقُوْلُ قَوْلِي هَذا وَأسْتَغْفِرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ
وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ
فَاسْتَغْفِرُوْهُ إنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ
Post a Comment