Header Ads

Latihan Soal Fiqih tentang pinjam meminjam beserta materi

Materi Pelajaran
Pinjam-meminjam

A.      Pengertian Pinjam Meminjam dan Dalil Meminjam.
Pinjam meminjam dalam bahasa Arab disebut “Ariyah”. Secara bahasa artinya pinjaman. Pinjam-meminjam menurut istilah ‘Syara” ialah akad  berupa pemberian manfaat suatu benda halal dari seseorang kepada orang lain tanpa ada imbalan dengan tidak  mengurangi atau merusak benda itu dan dikembalikan setelah diambil manfaatnya

B.      Hukum Pinjam Meminjam
Hukum pinjam meminjam dalam syariat Islam dibagi menjadi 4 (empat) bagian, yaitu :
a.  Mubah, artinya boleh, ini merupakan hukum asal dari pinjam meminjam
b.  Sunnah, artinya pinjam meminjam yang dilakukan merupakan suatu kebutuhan akan hajatnya, lantaran dirinya tidak punya, misalnya meminjam sepeda untuk mengantarkan tamu, meminjam uang untuk bayar sekolah anaknya dan sebagainya
c. Wajib, artinya pinjam meminjam yang merupakan kebutuhan yang sangat mendesak dan kalau tidak meminjam akan menemukan suatu kerugian misalnya : ada seseorang yang tidak punya kain lantaran hilang atau kecurian semuanya, maka apabil atidak pinjam kain pada orang lain akan telanjang, hal ini wajib pinjam dan yang punya kainjuga wajib meminjami
d. Haram, artinya pinjam meminjam yang dipergunakan untuk kemaksiatan atau untuk berbuat jahat, misalnya seseorang meminjam pisau untuk membunuh, hal ini dilarang oleh agama. Contoh lain, pinjam tempat (rumah) untuk berbuat maksiat.

C.  Rukun dan Syarat Pinjam Meminjam
Rukun meminjam berarti bagian pokok dari pinjam meminjam itu sendiri.  Apabila ada bagian dari rukun itu tidak ada, maka dianggap batal.
Demikian juga syarat berarti hal-hal yang harus dipenuhi.
Rukun pinjam meminjam ada empat macam dengan syaratnya masing-masing sebagai berikut:
a.  Adanya Mu’iir ( Ù…ُعِÙŠْرٌ ) yaitu, orang yang meminjami.
- Berhak berbuat kebaikan tanpa ada yang menghalangi. Orang yang dipaksa anak kecil tidak sah meminjamkan.
- Barang yang dipinjamkan itu milik sendiri atau menjadi tanggung jawab orang yang meminjamkannya.
b. Adanya Musta’iir ( Ù…ُسْتَعِÙŠْرٌ ) yaitu, orang yang meminjam.
 - Mampu berbuat kebaikan. Oleh sebab itu, orang gila atau anak kecil tidak sah meminjam.
- Mampu menjaga barang yang dipinjamnya dengan baik agar tidak rusak.
- Hanya mengambil manfaat dari barang dari barang yang dipinjam.
c.  Adanya Musta’aar ( Ù…ُسْتَعَارٌ ) yaitu, barang yang akan dipinjam.
- Barang yang akan dipinjam benar-benar miliknya,
- Ada manfaatnya
- Barang itu kekal (tidak habis setelah diambil manfaatnya). Oleh karena itu, maka yang setelah dimanfaatkan menjadi habis atau berkurang zatnya tidak sah dipinjamkan.
d. Dengan perjanjian waktu untuk mengembalikan. Ada pendapat lain bahwa waktu tidak menjadi syarat perjanjian dalam pinjam meminjam, sebab pada hakekatnya pinjam meminjam adalah tanggung jawab bersama dan saling percaya, sehingga apabila terjadi suatu kerusakan atau keadaan yang harus mengeluarkan biaya menjadi tanggung jawab peminjam
e. Adanya lafadz ijab dan qabul, yaitu ucapan rela dan suka atas barang yang dipinjam.

D. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pinjam meminjam.
a. Pinjam meminjam harus dimanfaatkan untuk hal-hal yang baik dan halal. Pinjam meminjam barang untuk perbuatan maksiat hukumnya haram.
b. Orang yang meminjam barang hanya boleh menggunakan barang itu sebatas yang diizinkan oleh pemilik barang atau kurang dari batasan yang ditentukan oleh pemilik barang. Misalnya, seseorang meminjamkan tanah dengan akad hanya diperkenankan untuk ditanami padi, maka tidak boleh ditanami tebu.
c. Merawat barang dengan baik.
d. Jika barang yang dipinjamkan itu rusak atau hilang dengan pemakaian sebatas yang diizinkan pemiliknya, maka peminjam tidak wajib mengganti. Sebab pinjam-meminjam itu sendiri berarti saling percaya- mempercayai, Akan tetapi kalau kerusakan barang yang dipinjam akibat dari pemakaian yang tidak semestinya atau oleh sebab lain, maka wajib menggantinya.
e. Jika dalam proses mengembalikan barang itu memerlukan ongkos maka yang menanggung adalah pihak peminjam.
f. Akad pinjam-meminjam boleh diputus dengan catatan tidak merugikan salah satu pihak. g. Akad pinjam-meminjam akan putus jika salah seorang dari kedua belah pihak meninggal dunia, atau karena gila. Maka jika terjadi hal seperti itu maka ahli waris wajib mengembalikannya, dan tidak halal menggunakannya. Dan andaikan ahli waris menggunakannya maka wajib membayar sewanya.
h. Jika terjadi perselisihan antara pemberi pinjaman dengan peminjam, misalnya yang pemberi pinjaman mengatakan bahwa barangnya belum dikembalikan, sedang peminjam mengatakan bahwa barangnya belum dikembalikan, maka pengakuan   yang diterima adalah pengakuannya pemberi pinjaman dengan catatan disertai sumpah.
i. Setelah si peminjam telah mengetahui bahwa yang meminjamkan sudah  memutuskan / membatalkan akad, maka dia tidak boleh memakai barang yang dipinjam itu.
Wallahu a’lam
Semoga bermanfaat

Indikator soal
Menentukan ketentuan pinjam-meminjam
Contoh Soal
  1.       Dalam situasi mendadak dan banyaknya kebutuhan hidup sehari-hari menyebabkan orang untuk mendapatkan pinjaman uang dengan mudah, salah satunya dengan menggadaikan barang miliknya ke kantor pegadaian. Adapun hukum menggadaikan barang adalah …
a.        Wajib karena terpaksa
b.       Mubah selama ada niat yang baik
c.        Haram karena mendapatkan pinjaman dengan jasa
d.       Sunah karena membutuhkan
  2.       Seoarang ibu sedang sakit dan membutuhkan biaya untuk berobat, apabila tidak dikasih obat, ibu tadi dapat meninggal dunia. Bagaimanakah hukum meminjamkan uang untuk ibu yang sedang sakit tadi ...
a.       Wajib
b.      Sunnah
c.       Makruh
d.      Haram

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.