QS Al Maun beserta kandungannya
Surah Al-Ma'un dan Kandungannya
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ
الرَّحِيمِ
أَرَأَيْتَ الَّذِي يُكَذِّبُ
بِالدِّينِ
Tahukah kamu (orang) yang mendustaka agama?
فَذَلِكَ الَّذِي يَدُعُّ الْيَتِيمَ
maka itulah orang yang menghardik anak yatim,
وَلَا يَحُضُّ عَلَى طَعَامِ
الْمِسْكِينِ
dan tidak mendorong memberi makan orang miskin
فَوَيْلٌ لِّلْمُصَلِّينَ
Maka celakalah orang yang shalat
الَّذِينَ هُمْ عَن صَلَاتِهِمْ
سَاهُونَ
, yaitu (orang-orang yang lalai terhadap shalatnya
الَّذِينَ هُمْ يُرَاؤُون
yang berbuat ria'
وَيَمْنَعُونَ الْمَاعُونَ
dan enggan (memberikan) bantuan.
(Q.S al-Ma'un/107 :1-7)
Asbabul Nuzul.
Adapun sebab turunnya ayat 1-3 ini terdapat
dalam riwayat yang di kemukakan bahwa ada orang yang di perselisihkan, apakah
Abu Sufyan atau Abu jahal, Al-ash Ibn Walid atau selain dari mereka. Konon
setiap minggu mereka menyembelih unta. Suatu ketika, seorang anak yatim datang
meminta sedikit daging yang telah disembelih itu. Namun, ia tidak memberinya
bahkan menghardik dan mengusir anak yatim tersebut. Maka turunlah ayat pertama
sampai ketiga dari surat Al-Ma’un.
Sebagaimana diriwayatkan Ibnul Munzir
dari Tariq bin Abi Talhah yang bersumber dari Ibnu Abbas, surah al-Ma'un ayat
4-7 turun berkenaan dengan kaum munafikin yang suka mempertontonkan shalatnya
(ria’) kepada kaum muslimin dan meninggalkannya apabila tidak ada yang
melihatnya serta menolak memberikan bantuan ataupun pinjaman. Ayat ini turun sebagai peringatan kepada
orang-orang yang berbuat seperti itu (Sumber : Asbabun Nuzul latar belakang
historis turunnya ayat-ayat Al-Qur’an. Penulis K.H.Q. Shaleh dan H.A.A.
Dahlan. Dkk. Halaman 677)
Kandungan Surah
Pada ayat 1,
Allah Swt. menanyakan tentang siapa orang yang mendustakan agama. Kalimat tanya
tersebut tidak memerlukan jawaban karena Allah Swt. lebih mengetahui. Ayat ini
memberikan penekanan agar Nabi Muhammad saw. menaruh perhatian yang lebih
terhadap masalah yang akan diterangkan. Orang yang mendustakan agama adalah orang
yang paling celaka. Siapakah mereka itu? Itulah masalah yang harus diperhatikan
dengaan benar-benar.
Pada ayat 2 dan 3, Allah Swt. mulai menjelaskan
orang-orang yang termasuk mendustakan agama. Mereka adalah orang-orang yang
menghardik (menyia-nyiakan) anak yatim dan tidak mau menyuruh/memberi makan
(Tidak peduli nasib) orang miskin.
Yang dimaksud anak yatim ialah anak
yang ditinggal mati ayahnya sehingga ia hidup bersama ibunya. Lazimnya, anak
yatim mengalami kesulitan hidup karena ayahnya sebagai penopang kehidupan telah
tiada. Sekurang-kurangnya, anak yatim mengalami tekanan batin kehilangan kasih
sayang seorang ayah. Tekanan itu akan lebih terasa ketika ayahnya tidak
meninggalkan harta yang cukup untuk menyambung hidupnya.
Orang Islam, terutama yang mampu,
wajib memperhatikan nasib anak yatim. Dengan memberikan kasih sayang,
kepedulian, dan tidak menyia-nyiakan mereka dengan mengurangi bebab derita
mereka. Nabi Muhammad saw. memotivasi umatnya untuk senantiasa menyayangi anak
yatim. Dalam sebuah hadis, beliau bersabda seba gai berikut.
"Aku dan
orang-orang yang memelihara anak yatim di surga seperti ini. Beliau menunjukkan
telunjuk dan jari tengah serta beliau merenggangkan antara keduanya. (H.R al-
Bukhari dari sahl bin sa'd No. 4892).
"Sebaik-baik
rumah orang Islam adalah rumah yang di dalamnya ada anak yatim yang diasuh
dengan baik. Seburuk-buruk rumah orang Islam adalah rumah yang di dalamnya ada
ana yatim diperlakukan dengan jahat. (H.R Ibnu Majah dari Abu Hurairah No.
3669)
Adapun yang dimaksud orang miskin
ialah orang yang tidak berharta dan serba kekurangan. Semua itu membuat
hidupnya menderita. Mereka tidak dapat merasakan kesenangan, sebagaimana
orang-oarang yang berkecukupan. Islam mendidik umatnya agar memiliki kepedulian
terhadap mereka. Rasulullah saw. selalu memberikan motivasi kepada umatnya agar
senantiasa membantu orang miskin. Dalam sebuah hadis diriwayatkan oleh Imam
Muslim. Rasulullah saw. bersabda sebagai berikut.
"Orang
yang menolong janda dan orang miskin bagaikan orang yang berjihad di jalan
Allah. Aku (Abu Hurairah) mengira beliau bersabda, " seperti orang yang
shalat malam yang tidak merasa payah dan seperti orang yang puasa, tidak
berbuka (sebelum waktunya)." (H.R Muslim dari Abu Hurairah No. 5295).
Hadis tersebut menggambarkan betapa
besar pahala bagi orang yang mau menolong janda dan orang miskin. Hal ini
menunjukkan adanya pendidikan kepedulian sosial yang sangat tinggi.
Pada ayat 4 dan 5, Allah swt.
menjelaskan tentang orang yang shalat, tetapi mendapat celaka. Kecelakaan itu
akibat mereka lalai teradap shalatnya. lalai disini berarti mengabaikan atau
tidak memerhatikan waktu shalatnya. Shalat merupakan agama sekaligus sebagai
ukuran baik buruknya seseorang. Orang yang melalaikan shalatnya, ia termasuk
pendusta agama.
Pada ayat 6, Allah swt. menjelaskan ria'. Ria'
berarti berbuat baik karena ingin memperoleh pujian atau penghormatan dari
orang lain. Orang yang ria' termasuk pendusta agama karena perbuatan ini
menyekutukan Allah swt. dengan dirinya. Itulah sebabnya ria' dikatakan sebagai
perbuatan syirik. Menurut Islam hanya Allah lah yang berhak ria dan mendapat
pujian
Ayat 7 merupakan salah satu pelajaran
tentang kepedulia sosial bagi umat Islam. Orang yang mengakui dirinya Islam,
tentu akan memiliki kepedulian sosial terhadap sesama. Sifat Bakhil atau kikir
jelas bertentangan dengan ajaran Islam. Menurut ayat ini, orang yang enggan
memberikan bantuan kepada orang lain merupakan bentuk pendustaan terhadap
agama. Islam adalah agama yang tidak hanya untuk diyakini, tetapi harus
diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan, isi surat al-maun
menjelaskan tentang sifat manusia yang dipandang sebagai pendusta agama di
antaranya :
a.
Orang-orang yang menghardik anak yatim
b.
Enggan memberi bantuan kepada orang lain yang
sangat membutuhkan
c.
Tidak memberi makan fakir miskin
d.
Orang yang lalai dalam solat dan bersikap Riya’
Berkaitan dengan hal diatas, ada dua
pengertian tentang menghardik anak yatim. Pertama, menghardik
secara verbal. Kedua,
menghardik secara non verbal. Menghardik secara verbal yaitu dengan kata-kata
kasar. Sedangkan menghardik yang bersifat non-verbal, misalnya, bertutur kata
lembut dengan mereka tapi tidak memperhatikan makan, pakaian, dan penddikan yang
layak buat mereka. Demikian juga dengan menghina anak yatim sama halnya sedang
menempuh perjalanan ke neraka, karena anak yatim adalah kesayangan Rasulullah
saw. Wallahu ‘alam
Salam Guru Madrasah
Post a Comment